Tindakan tidak aman sering kali dinyatakan sebagai penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Sejumlah data kecelakaan yang dilaporkan menunjukkan bahwa kecelakaan terjadi akibat buruknya praktek kerja, salah dalam membuat keputusan, kurangnya kontrol, kesembronoan dan tindakan yang bodoh. Berdasarkan hal tersebut banyak yang berpendapat bahwa dengan menghentikan unsafe act maka kecelakaan tidak akan terjadi. Menerima pendapat ini secara harfiah malah dapat menjadi salah kaprah dalam menerapkan sistem keselamatan terutama dalam upaya meningkatkan kondisi kerja yang aman (safe working condition).
Jika diamati lebih jauh dan dalam banyak kasus, kecelakaan yang terjadi disebabkan oleh kombinasi antara kondisi kerja yang tidak aman dan tindakan atau perilaku tidak aman. Jarang sekali terjadi kecelakaan yang semata-mata disebabkan oleh tindakan tidak aman sementara kondisi kerja sangat aman. Kondisi kerja tidak aman misalnya adalah disain dan konstruksi sistem kerja yang buruk, kerapian dan kebersihan yang buruk, prosedur kerja yang dapat menimbulkan bahaya, instruksi kerja tidak memenuhi standar, kurangnya sistem pengaman pada mesin, perawatan mesin yang kurang baik, mesin yang sudah tua sehingga kinerjanya sudah tidak optimal dan lain sebagainya (DeReamer, 1981).
Kondisi kerja yang tidak aman ini akan memperbesarkan potensi terjadinya tindakan tidak aman dari pekerja. Untuk memperkecil terjadinya tindakan tidak aman dari pekerja maka kondisi kerja harus diperbaiki, maka ada teori yang membahas hubungan antara mesin dengan manusia (DeReamer, 1981) dan teknologi keselamatan dengan faktor manusia (Hoyos, 1998). Kedua teori ini lebih banyak melakukan pendekatan dari sisi teknologi atau kondisi kerja (lingkungan). Teori Hoyos berpedoman pada hirarki sistem keselamatan kerja seperti pada Gambar dibawah. Tahap pertama adalah mengurangi bahaya dengan cara menggunakan bahan-bahan yang kurang berbahaya, misalnya menggunakan bahan kimia yang tingkat bahayanya rendah. Jika menggunakan bahan berbahaya tidak dapat dihindari maka dilakukan tahap kedua yaitu dengan memisahkan sumber bahaya dengan manusia, misalnya dengan menggunakan sistem proses yang tertutup, dinding tahan api, tangki tahan tekanan dan temperatur tinggi, dan lain-lain. Tahap berikutnya adalah memberikan alat pelindung diri dan melengkapi mesin atau peralatan dengan pengaman seperti alarm, tombol darurat, kontrol otomatis untuk mengurangi kontak dengan manusia dan lain-lain.
Selanjutnya tahap terakhir adalah memperbaiki perilaku pekerja dalam melakukan pekerjaan. Meskipun ketiga aspek sebelumnya sudah dilaksanakan, namun apabila pekerja tidak mematuhi peraturan yang ada, seperti menggunakan alat pelindung diri, menempatkan bahan baku sesuai dengan kategori yang sudah ditentukan, melakukan pengamatan secara benar dan baik terhadap parameter proses dan lain-lain, maka potensi terjadinya kecelakaan kerja masih besar.
Tujuan yang paling penting dari peningkatan kondisi atau lingkungan kerja yang aman adalah mengurangi kemacetan, tekanan dan ketegangan dari alur proses kerja. Beberapa program yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kondisi kerja adalah disain mesin atau peralatan, perawatan mesin, tata letak, metode proses, pencahayaan, pemanasan, ventilasi, sistem pertukaran udara, peredam suara dan lain-lain (DeReamer, 1981).
Proses dan fasilitas produksi pada umumnya melalui beberapa tahapan pengembangan, dan tahapan-tahapan tersebut dapat dinyatakan sebagai suatu siklus. Siklus dari proses dan fasilitas produksi secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut (Johnson et al., 2003):
Initial concept/laboratory research
Process development; small-scale or pilot plant operations
Full-scale engineering design and facility construction
Full-scale startup and operation, including shutdown and maintenance activities
Modifications and expansions
Mothballing/decommissioning and demolition.
Setiap tahapan tersebut harus dikaji secara mendalam faktor-faktor yang berkaitan dengan keselamatan kerja untuk meminimalkan resiko terjadinya kecelakaan.