Audit adalah alat ukur bagi sistem manajemen. Obyek yang diukur oleh audit adalah dua hal, yaitu : efektifitas dan konsistensi. Kata “efektif” dalam efektifitas dan kata “konsisten” dalam konsistensi merupakan kata-kata yang seharusnya menjadi sasaran bagi audit ketika para auditor melakukan “pengujian” terhadap sistem manajemen K3.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata efektif mempunyai makna dampak/pengaruh yang positif (menguntungkan) dari suatu aktifitas/kegiatan. Ini dapat juga diartikan bahwa efektivitas adalah keaktifan atau daya guna yang memberikan adanya kesesuaian antara suatu kegiatan orang atau sekelompok orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju dan mencapai hasil yang direncanakan atau ditetapkan. Dengan kata lain, efektifitas pada dasarnya menunjukkan pada taraf tercapainya hasil atau menekankan pada hasil yang dicapai.
Pada kegiatan audit, efektifitas sistem manajemen yang sudah diterapkan itulah yang seharusnya dibongkar dan “diobrak-abrik”. Dalam lingkup K3, hal yang dievaluasi adalah bagaimana elemen-elemen dari sistem manajemen K3 (SMK3) itu “dibumikan” dan mendukung tercapainya target K3 yang sudah ditetapkan oleh organisasi.
Audit SMK3 yang hanya “mempersoalkan” evidence tanpa melihat seberapa jauh evidence ini berperan dalam memberikan hasil akhir yang sesuai dengan target K3 hanya akan memberikan “fatamorgana” bagi penerapan SMK3. Kenapa bisa begitu ? Karena ini hasil audit SMK3 telah menciptakan ilusi bagi organisasi dengan seolah-olah memiliki “pertahanan” yang kuat bagi semua bentuk kejadian merugikan yang bakal muncul padahal organisasi itu sendiri tidak tahu seberapa tangguh kekuatan dari pertahanan tersebut.
Mengukur konsistensi dalam audit K3 adalah unquestionable namun mengukur efektifitas adalah challenge. Mengukur konsistensi tanpa mengukur efektifitas dalam audit K3 hanya akan menciptakan fatamorgana dan ilusi dalam mencapai target K3 bagi organisasi dan inilah jebakan yang selalu terjadi setiap audit K3 dilakukan.
Sumber: Katigaku.top