Dalam Peraturan Kepala Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan Provinsi DKI Jakarta No. 3 Tahun 2014, refugee floor harus tersedia satu lantai atau lebih tiap interval 20 lantai. Kemudian refugee floor harus memiliki konstruksi dinding dengan tingkat ketahanan api tidak kurang dari dua jam.
Selain itu, refugee floor harus memiliki jarak tempuh yang berdekatan dengan tangga kebakaran diukur dari pintu jalan keluar koridor. Refugee floor harus memiliki lantai yang dirancang sebagai area berhimpun (holding area) dengan luas bersih tidak kurang dari 50% dari total luas lantai tersebut dan tinggi bersih ruangan tidak kurang dari 2,25 m.
Area berhimpun (holding area) harus berventilasi alami (cross ventilation) dengan bukaan permanen pada sekurang-kurangnya 2 sisi dinding luar, ketinggian bukaan harus tidak kurang dari 1200 mm tinggi dan area total dari bukaan ventilasi harus tidak kurang dari 25% area lantai dari area berhimpun. Kemudian Area berhimpun (holding area) dapat digunakan sebagai ruang untuk senam atau taman terbuka atau jalur setapak (joging track) dan harus bukan merupakan area komersial.
Kewajiban adanya refugee floor sebenarnya adalah kemajuan dalam bidang keselamatan publik terutama di gedung bertingkat yang seharusnya dapat di implementasikan. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat peluang untuk penelitian dalam efektifitas penerapan dan standarisasi refugee floor di gedung bertingkat di Indonesia karena masih sangat minim kajian tentang hal tersebut.
Semoga artikel ini dapat memberi inspirasi bagi rekan-rekan yang memiliki minat dalam penelitian keselamatan gedung bertingkat.