Perkembangan industri global telah memasuki fase Industri 5.0, sebuah paradigma baru yang menempatkan manusia kembali sebagai pusat sistem produksi, berdampingan dengan teknologi canggih seperti kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT), dan collaborative robots (cobots). Berbeda dengan Industri 4.0 yang menekankan otomatisasi dan efisiensi mesin, Industri 5.0 mengedepankan kolaborasi harmonis antara manusia dan mesin.
Dalam konteks ini, ergonomi memegang peran krusial. Ergonomi Industri 5.0 tidak hanya membahas kenyamanan kerja manusia, tetapi juga bagaimana interaksi fisik dan kognitif antara manusia dan robot dapat dirancang secara aman, efektif, dan berkelanjutan. Namun, kolaborasi ini juga melahirkan risiko-risiko baru yang perlu dianalisis secara mendalam.
Secara umum, ergonomi bertujuan menyesuaikan pekerjaan dengan kemampuan dan keterbatasan manusia. Pada Industri 5.0, konsep ini berkembang menjadi human-centered ergonomics, yang mencakup:
Kolaborasi manusia dan cobots menuntut sistem kerja yang fleksibel, adaptif, dan responsif terhadap kondisi manusia, bukan sebaliknya.
Cobots dirancang untuk bekerja berdampingan dengan manusia tanpa pembatas fisik seperti pagar atau kandang robot. Beberapa karakteristik utama cobots meliputi:
Cobots banyak digunakan dalam proses seperti perakitan, pengemasan, inspeksi, dan pemindahan material ringan. Meski dirancang lebih aman dibanding robot industri konvensional, risiko tetap ada, terutama dari sudut pandang ergonomi.
Dalam kerja kolaboratif, manusia sering menyesuaikan gerakannya dengan ritme cobot. Jika desain stasiun kerja tidak optimal, pekerja dapat mengalami:
Risiko ini dapat memicu Musculoskeletal Disorders (MSDs) meskipun beban fisik terlihat ringan.
Interaksi dengan cobots membutuhkan tingkat kewaspadaan tinggi. Pekerja harus:
Hal ini meningkatkan beban kognitif, yang dalam jangka panjang dapat menyebabkan kelelahan mental, stres, dan penurunan konsentrasi.
Meskipun cobots dilengkapi sensor, pekerja tetap dapat merasa tidak nyaman atau waswas terhadap gerakan robot yang dianggap tidak dapat diprediksi. Ketidakpastian ini dapat memicu:
Dari sisi ergonomi, kondisi ini berdampak pada rasa aman psikologis pekerja.
Kontak fisik ringan antara manusia dan cobot memang diperbolehkan dalam batas tertentu. Namun risiko tetap muncul akibat:
Jika tidak dianalisis dengan baik, interaksi ini berpotensi menimbulkan cedera ringan hingga serius.
Industri 5.0 juga mengubah peran pekerja. Manusia tidak lagi hanya sebagai operator, tetapi juga:
Perubahan peran ini menuntut adaptasi ergonomi organisasi, termasuk pelatihan, pembagian tugas, dan desain alur kerja yang jelas.
Untuk mengelola risiko ergonomi pada lingkungan kerja manusia–cobot, beberapa pendekatan dapat diterapkan:
Penilaian risiko harus mencakup:
Metode ergonomi konvensional perlu dikombinasikan dengan analisis berbasis teknologi.
Stasiun kerja harus dirancang agar:
Pendekatan human factors menekankan pemahaman perilaku manusia dalam sistem kompleks. Ini penting untuk:
Pekerja perlu dibekali:
Pelatihan yang baik akan menurunkan kecemasan dan meningkatkan performa kerja.
Tantangan utama ergonomi Industri 5.0 adalah menyeimbangkan produktivitas, keselamatan, dan kesejahteraan manusia. Namun, jika dikelola dengan baik, kolaborasi manusia–robot justru membuka peluang:
Ergonomi menjadi jembatan penting agar teknologi tidak menggantikan manusia, melainkan memberdayakan manusia.
Ergonomi Industri 5.0 menandai pergeseran besar dalam cara kita memandang sistem kerja modern. Kolaborasi antara manusia dan cobots membawa efisiensi dan fleksibilitas, tetapi juga menghadirkan risiko ergonomi baru yang tidak boleh diabaikan.
Dengan pendekatan ergonomi yang holistik—mencakup fisik, kognitif, dan organisasi—kerja kolaboratif dapat dirancang menjadi aman, nyaman, dan berkelanjutan. Pada akhirnya, keberhasilan Industri 5.0 tidak hanya diukur dari kecanggihan teknologi, tetapi dari sejauh mana teknologi tersebut mampu meningkatkan kualitas hidup dan kerja manusia.