berita PAKKI
https://pakki.org/storage/artikel/200-Cover Pakki (2).jpg

Audit Internal K3: 3 Hal yang Sering Terlupakan

Audit internal K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) merupakan salah satu pilar penting dalam memastikan sistem manajemen K3 b...

22 Oktober 2025 | Konten ini diproduksi oleh A2K4

Audit internal K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) merupakan salah satu pilar penting dalam memastikan sistem manajemen K3 berjalan efektif.

Namun, di banyak perusahaan, audit sering kali hanya dianggap sebagai rutinitas tahunan — dilakukan sekadar untuk memenuhi persyaratan, bukan untuk benar-benar memperbaiki sistem.

Padahal, keberhasilan audit tidak hanya diukur dari seberapa banyak temuan yang ditemukan, tetapi dari bagaimana hasil audit tersebut ditindaklanjuti untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan patuh terhadap regulasi.

Berikut tiga hal penting yang sering terlewat dalam pelaksanaan audit internal K3, beserta dampak dan solusinya 👇



1. Follow-up Temuan Audit yang Tidak Tuntas

Banyak perusahaan berhasil melaksanakan audit dengan baik, tetapi berhenti sampai laporan diserahkan.

Padahal, tindak lanjut (follow-up) merupakan tahap paling krusial.

Sering terjadi, temuan yang sudah dicatat tidak segera diperbaiki — entah karena keterbatasan waktu, kurangnya tanggung jawab dari tim terkait, atau tidak adanya sistem monitoring yang jelas.

💡 Dampaknya:

Risiko kecelakaan atau ketidaksesuaian bisa terulang, dan akar masalah tidak pernah benar-benar terselesaikan.

Solusi:

  • Buat action plan yang jelas untuk setiap temuan audit.
  • Tentukan deadline dan PIC (penanggung jawab) untuk setiap tindakan korektif.
  • Jadwalkan audit follow-up minimal satu bulan setelah temuan untuk memastikan perbaikan sudah berjalan.

2. Kurang Update Terhadap Regulasi dan Standar Terbaru

Peraturan K3, baik dari pemerintah maupun standar internasional seperti ISO 45001, terus berkembang.

Sayangnya, banyak auditor internal yang masih berpedoman pada regulasi lama tanpa menyadari adanya pembaruan.

Misalnya, perubahan terkait Permenaker No. 5 Tahun 2018 tentang K3 Lingkungan Kerja, atau kebijakan baru terkait pelaporan kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK).

Jika tim audit tidak memperbarui acuannya, maka hasil audit bisa jadi tidak relevan lagi.

💡 Dampaknya:

Perusahaan bisa dianggap tidak patuh terhadap regulasi terkini, meskipun sudah punya sistem K3 yang lengkap.

Solusi:

  • Selalu perbarui daftar peraturan dan standar acuan audit minimal setiap enam bulan.
  • Ikuti pelatihan atau webinar update regulasi K3.
  • Simpan dokumen regulasi terbaru dalam satu repository yang mudah diakses oleh tim K3.

3. Dokumentasi Bukti yang Kurang Lengkap

Sering kali, auditor menemukan temuan atau hasil observasi di lapangan, tetapi tidak disertai bukti yang memadai.

Entah karena lupa mengambil foto, tidak mencatat waktu dan lokasi secara detail, atau dokumen pendukung hilang.

Padahal, dokumentasi bukti merupakan aspek vital dalam audit internal — baik untuk validasi hasil, maupun sebagai dasar perbaikan di masa depan.

💡 Dampaknya:

Hasil audit sulit diverifikasi, dan tindak lanjut menjadi tidak efektif karena data pendukung tidak lengkap.

Solusi:

  • Gunakan checklist audit digital atau form standar yang mencakup kolom bukti (foto, tanda tangan, waktu, lokasi).
  • Simpan semua bukti dalam sistem penyimpanan terpusat (misalnya Google Drive atau sistem internal K3).
  • Pastikan setiap temuan memiliki bukti pendukung yang dapat diverifikasi oleh pihak lain.

Kesimpulan

Audit internal K3 bukan sekadar kewajiban, tetapi alat strategis untuk memperkuat budaya keselamatan di tempat kerja.

Agar hasilnya benar-benar bermanfaat, jangan abaikan tiga hal di atas:

1️⃣ Follow-up temuan secara tuntas,

2️⃣ Perbarui acuan dengan regulasi terbaru, dan

3️⃣ Dokumentasikan semua bukti dengan rapi.

Dengan memperhatikan aspek-aspek tersebut, perusahaan tidak hanya memenuhi kewajiban administratif, tetapi juga membangun sistem K3 yang berkelanjutan, patuh, dan adaptif terhadap perubahan. 💪