berita PAKKI
https://pakki.org/storage//769-Cover Pakki.jpg

Mitigasi Risiko Psikososial di Tempat Kerja

Tekanan kerja, burnout, violence, dan bullying sebagai risiko yang harus diidentifikasi dalam HIRADC modernKeselamatan dan ke...

05 Desember 2025 | Konten ini diproduksi oleh A2K4

Tekanan kerja, burnout, violence, dan bullying sebagai risiko yang harus diidentifikasi dalam HIRADC modern

Keselamatan dan kesehatan kerja tidak lagi hanya berbicara tentang bahaya fisik seperti jatuh, tertimpa, atau terpapar bahan kimia. Dalam dunia kerja modern, risiko psikososial menjadi ancaman yang sama seriusnya. Tekanan kerja berlebihan, burnout, kekerasan, hingga bullying merupakan faktor yang memengaruhi kesehatan mental sekaligus keselamatan operasional. Oleh sebab itu, pendekatan HIRADC (Hazard Identification, Risk Assessment, and Determining Control) perlu berevolusi dengan memasukkan risiko psikososial sebagai elemen penting.


Artikel ini membahas bagaimana risiko psikososial muncul, dampaknya, serta strategi mitigasi yang dapat diterapkan perusahaan.


1. Memahami Risiko Psikososial dalam Konteks HIRADC Modern

HIRADC secara klasik digunakan untuk mengidentifikasi bahaya fisik, mengukur risiko, dan menentukan kontrol. Namun perubahan karakter organisasi, model kerja hybrid, target operasional yang makin kompetitif, serta dinamika sosial antarpegawai menciptakan jenis bahaya baru: bahaya yang berdampak pada kesehatan mental.

Risiko psikososial adalah aspek pekerjaan, lingkungan, dan hubungan kerja yang berpotensi menyebabkan stres kerja, gangguan kesehatan mental, atau bahkan menurunkan kinerja dan keselamatan individu. Risiko ini tidak selalu terlihat, namun efeknya bisa sangat destruktif.

Dalam konteks HIRADC modern, risiko psikososial tidak dapat lagi dipisahkan dari bahaya fisik karena keduanya saling memengaruhi. Pekerja yang berada dalam kondisi emosional tidak stabil lebih rentan melakukan kesalahan, mengalami kecelakaan, atau menjadi pelaku/korban konflik.


2. Kategori Risiko Psikososial yang Perlu Diidentifikasi

a. Tekanan Kerja Berlebihan

Workload yang tidak realistis, target yang terlalu tinggi, atau jam kerja tidak terkontrol merupakan akar utama dari stres kerja. Tekanan berlebih memicu kelelahan mental, menurunkan konsentrasi, dan meningkatkan risiko error operasional.

b. Burnout

Burnout adalah kondisi kelelahan kronis, baik fisik maupun emosional, yang muncul akibat stres kerja berkepanjangan. Dalam jangka panjang, burnout dapat menyebabkan penurunan produktivitas, absensi tinggi, serta kecelakaan akibat hilang fokus.

c. Violence

Kekerasan di tempat kerja dapat berupa tindakan fisik, verbal, atau intimidasi. Lingkungan kerja yang tidak aman secara psikologis memperburuk moral, merusak hubungan kerja, dan menciptakan potensi konflik yang mengganggu stabilitas organisasi.

d. Bullying

Bullying dapat muncul dari atasan, rekan kerja, atau bahkan pelanggan. Pola perilaku seperti mempermalukan, mengucilkan, memberikan beban tidak adil, atau mengontrol berlebihan adalah bentuk-bentuk bahaya psikososial yang sering tidak disadari.


3. Dampak Risiko Psikososial terhadap Kinerja dan Keselamatan

Mengabaikan risiko psikososial bukan hanya berdampak pada kesehatan mental, tetapi juga keselamatan fisik. Beberapa dampak yang sering terjadi:

  • Konsentrasi menurun sehingga risiko kecelakaan meningkat.
  • Pengambilan keputusan jadi tidak akurat.
  • Tingkat absensi meningkat.
  • Performa kerja turun secara drastis.
  • Konflik internal meningkat dan mengganggu alur kerja.
  • Lingkungan kerja menjadi toksik, memicu turnover tinggi.

Karena dampaknya yang kompleks, risiko psikososial perlu menjadi prioritas dalam assessment HIRADC.


4. Pendekatan Mitigasi dengan Integrasi ke HIRADC

Untuk memastikan perusahaan mampu mengelola risiko psikososial secara sistematis, berikut pendekatan mitigasinya:

1. Identifikasi Bahaya Berbasis Data

Kumpulkan data dari survei stres kerja, wawancara karyawan, laporan HR, medical record, serta analisis pola absensi. Identifikasi aktivitas atau posisi kerja yang rentan terhadap tekanan psikososial.

2. Penilaian Risiko yang Terukur

Gunakan matriks risiko yang disesuaikan. Penilaian tidak hanya melihat frekuensi dan konsekuensi fisik, tapi juga dampak terhadap kesehatan mental dan stabilitas operasional.

3. Penentuan Kontrol yang Tepat

Kontrol dapat berupa:

  • Kontrol administratif: penyesuaian beban kerja, rotasi kerja, pengaturan shift.
  • Pendekatan organisasi: kebijakan anti-bullying, mekanisme pelaporan aman, SOP komunikasi internal.
  • Pelatihan: manajemen stres, komunikasi efektif, teknik coping, training leadership berperspektif K3.
  • Dukungan psikologis: konseling, employee assistance program, sesi wellbeing.

4. Monitoring dan Evaluasi Berkala

Mitigasi psikososial harus terus dievaluasi. Gunakan indikator: tingkat absensi, insiden interpersonal, hasil survei wellbeing, dan produktivitas.

5. Peran Manajemen dan Supervisor

Supervisor adalah garda depan. Mereka harus mampu membaca tanda-tanda tekanan, memberikan dukungan, serta memastikan komunikasi yang sehat. Budaya safety tidak akan terbentuk tanpa role model dari pimpinan.


5. Menjadikan Kesehatan Psikologis sebagai Bagian dari Safety Culture

Integrasi risiko psikososial ke dalam HIRADC bukan sekadar compliance, tetapi investasi budaya. Lingkungan kerja yang sehat mentalnya akan menghasilkan:

  • Keputusan lebih akurat
  • Kinerja lebih stabil
  • Risiko kecelakaan lebih rendah
  • Retensi karyawan lebih baik
  • Produktivitas jangka panjang meningkat

Budaya keselamatan modern tidak hanya menjaga pekerja dari bahaya fisik, tetapi juga dari tekanan mental yang menggerus kualitas hidup mereka.



Dunia kerja telah berubah, dan HIRADC harus mengikutinya. Identifikasi, penilaian, dan pengendalian risiko psikososial merupakan langkah penting untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, dan produktif. Dengan pendekatan yang sistematis, perusahaan tidak hanya melindungi karyawan, tetapi juga meningkatkan daya saing dan keberlanjutan organisasi.