ISO 45001 adalah standar internasional untuk Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang menggantikan OHSAS 18001. Salah satu ciri yang membuat ISO 45001 lebih kuat adalah penekanannya pada keterlibatan top management dan pemahaman mendalam terhadap konteks organisasi.
Dua pasal yang paling kritis untuk membentuk fondasi SMK3 adalah Pasal 4 (Context of the Organization) dan Pasal 5 (Leadership and Worker Participation). Keduanya tidak bisa dipisahkan, karena pemahaman konteks organisasi menentukan kebijakan dan strategi K3, sementara kepemimpinan menentukan bagaimana strategi itu dijalankan secara nyata.
Artikel ini akan membahas secara mendalam kedua pasal tersebut serta dampaknya terhadap struktur manajemen K3 di perusahaan.
Pasal 4 menuntut organisasi untuk memahami diri mereka secara menyeluruh sebelum membangun SMK3. Intinya: Anda tidak bisa mengelola keselamatan secara efektif jika Anda tidak memahami lingkungan kerja Anda.
Terdapat empat subklausul utama:
Perusahaan wajib mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang dapat memengaruhi pencapaian tujuan K3.
Mengapa ini penting?
Karena risiko K3 tidak berdiri sendiri—mereka dipengaruhi lingkungan, teknologi, serta budaya organisasi.
Organisasi harus mengidentifikasi siapa saja pihak berkepentingan serta kebutuhan mereka terkait K3.
Hal ini memastikan SMK3 tidak hanya mematuhi regulasi, tetapi juga memenuhi ekspektasi pihak internal dan eksternal.
Lingkup SMK3 harus ditentukan secara jelas. Lingkup biasanya mencakup:
Penetapan lingkup yang jelas memengaruhi perencanaan, pengendalian risiko, hingga audit.
Organisasi harus membangun, menerapkan, memelihara, serta terus meningkatkan sistem manajemen K3 berdasarkan hasil analisis konteks organisasi.
Dampak Langsung:
Perusahaan menjadi lebih terarah dalam membangun sistem K3 yang relevan dan tidak sekadar formalitas.
Pasal 5 merupakan inti dari ISO 45001. Di sinilah peran top management sangat ditekankan. Standar ini tidak lagi mengizinkan top management sekadar menandatangani kebijakan tanpa terlibat aktif.
Ada tiga aspek utama:
Top management harus:
Misalnya:
K3 bukan proyek sampingan, tetapi harus menyatu dalam:
Budaya keselamatan hanya terbentuk jika pimpinan memberi contoh.
Seperti:
Top management wajib menetapkan kebijakan K3 yang:
Kebijakan bukan sekadar slogan, tetapi harus diturunkan menjadi tujuan dan program nyata.
Struktur organisasi harus jelas:
Biasanya melibatkan:
ISO 45001 mendorong konsep K3 yang bersifat kolaboratif.
Perusahaan wajib menyediakan mekanisme konsultasi yang aman dan terbuka.
Kombinasi kedua pasal ini secara langsung memengaruhi cara perusahaan membangun struktur manajemen K3. Berikut dampak utamanya:
Setelah memahami konteks organisasi (Pasal 4), perusahaan harus menyesuaikan struktur K3 untuk menangani risiko spesifik operasi mereka.
Contoh:
Perusahaan konstruksi akan menempatkan safety officer di setiap proyek, sedangkan perusahaan perkantoran mungkin fokus pada ergonomi dan kesehatan kerja.
Mereka harus terlibat langsung dalam:
Ini menciptakan budaya bahwa K3 adalah tanggung jawab semua level organisasi.
Organisasi harus membuat:
Struktur menjadi lebih jelas, transparan, dan akuntabel.
Dengan adanya partisipasi pekerja (Pasal 5.4), perusahaan menciptakan budaya:
Dalam jangka panjang, hal ini menurunkan angka kecelakaan kerja.
K3 bukan lagi unit terpisah.
Contoh integrasi:
Karena top management terlibat penuh, evaluasi sistem berjalan lebih cepat dan lebih fokus pada perbaikan nyata, bukan sekadar memenuhi persyaratan audit.
Pasal 4 dan 5 ISO 45001 merupakan pondasi utama dalam membangun SMK3 yang efektif.
Pasal 4 memastikan organisasi memahami konteks, risiko, dan kebutuhan pihak terkait.
Pasal 5 memastikan kepemimpinan dan pekerja bersinergi dalam membangun budaya keselamatan.
Dampaknya terhadap struktur manajemen K3 sangat signifikan:
Dengan memahami dan menerapkan kedua pasal ini secara konsisten, perusahaan dapat mencapai sistem K3 yang lebih kuat, responsif, dan mampu melindungi pekerja dari risiko kecelakaan maupun penyakit akibat kerja.