berita PAKKI
https://pakki.org/storage//769-Cover Pakki (2).jpg

Human Factor dalam Investigasi Kecelakaan Kerja Pendekatan Root Cause Analysis Berbasis Psikologi Kerja, Bukan Sekadar Pelanggaran Prosedur

Dalam banyak investigasi kecelakaan kerja, temuan paling umum sering berakhir pada kesimpulan “karena human error” atau “kare...

04 Desember 2025 | Konten ini diproduksi oleh A2K4

Dalam banyak investigasi kecelakaan kerja, temuan paling umum sering berakhir pada kesimpulan “karena human error” atau “karena pekerja melanggar prosedur”. Namun, pendekatan seperti itu semakin dianggap tidak cukup. Para ahli keselamatan modern menyadari bahwa manusia adalah bagian dari sistem kerja yang kompleks. Ketika terjadi kesalahan, itu bukan hanya tentang apa yang dilakukan pekerja, tetapi mengapa perilaku itu muncul.

Inilah alasan mengapa investigasi kecelakaan masa kini harus menempatkan human factor dan psikologi kerja sebagai inti analisis akar penyebab (root cause analysis).



1. Human Factor: Bukan Penyebab, tetapi Gejala

Human factor mencakup kondisi fisik, mental, perilaku, hingga interaksi pekerja dengan lingkungan dan sistem kerja. Dalam konteks kecelakaan, “kesalahan manusia” hanya gejala yang terlihat, bukan akar masalah sebenarnya.

Misalnya:

  • Pekerja tidak memakai APD bukan semata karena malas, bisa jadi karena APD tidak nyaman atau menghambat pekerjaan.
  • Operator salah menekan tombol bukan karena ceroboh, tetapi karena desain panel membingungkan atau tidak ergonomis.
  • Pekerja tidak mengikuti SOP karena SOP tidak relevan dengan kondisi lapangan atau terlalu panjang untuk dipraktikkan.

Pendekatan berbasis human factor membantu melihat bahwa perilaku berisiko lahir dari situasi, tekanan, dan sistem yang membentuknya.



2. Mengapa Root Cause Analysis Perlu Sentuhan Psikologi Kerja?

Jika investigasi hanya berhenti pada pelanggaran prosedur, perusahaan akan mengulang kesalahan yang sama. Psikologi kerja memberi pemahaman lebih mendalam tentang motivasi, persepsi risiko, stres kerja, hingga budaya tim.

Beberapa aspek psikologi kerja yang mempengaruhi kecelakaan:

a. Persepsi Risiko (Risk Perception)

Pekerja di lapangan sering kali terbiasa dengan bahaya sehingga persepsi terhadap risiko menurun. Mereka merasa tindakan berbahaya aman karena sudah sering dilakukan tanpa insiden.

b. Beban Kerja dan Keletihan (Fatigue)

Kelelahan mental dan fisik menurunkan kewaspadaan, memengaruhi keputusan, dan meningkatkan kemungkinan kesalahan.

c. Tekanan Target dan Budaya Kerja

Budaya “kejar produksi” tanpa manajemen risiko memicu perilaku shortcut. Psikologi organisasi membantu melihat bagaimana norma dan tekanan sosial mempengaruhi tindakan pekerja.

d. Faktor Kognitif

Desain alat, kompleksitas prosedur, atau multitasking memengaruhi kapasitas otak dalam mengambil keputusan.

Dengan memasukkan faktor psikologis ini, investigasi menjadi lebih objektif dan solutif.



3. Pendekatan Investigasi Berbasis Human Factor

Berikut langkah-langkah yang lazim digunakan dalam investigasi modern:

1) Mengidentifikasi Perilaku Tidak Aman, Lalu Mencari Pemicunya

Alih-alih bertanya “Siapa yang salah?”, tim investigasi harus bertanya:

  • “Mengapa perilaku ini muncul?”
  • “Apa pemicunya?”
  • “Sistem apa yang berkontribusi?”

2) Evaluasi Kondisi Psikologis dan Lingkungan Kerja

Termasuk:

  • Durasi shift kerja
  • Tekanan waktu
  • Komunikasi supervisor
  • Konflik pekerjaan
  • Ketersediaan sumber daya

3) Analisis Ergonomi dan Antarmuka Manusia-Mesin

Banyak kecelakaan dipicu oleh:

  • Desain alat yang tidak intuitif
  • Layout area kerja yang tidak mendukung
  • Informasi visual yang kurang jelas

4) Audit Budaya Keselamatan

Investigasi tidak hanya menilai tindakan individu, tetapi bagaimana perusahaan membangun budaya keselamatan:

  • Apakah pekerja merasa bebas melaporkan masalah?
  • Apakah supervisor mendorong shortcut?
  • Apakah manajemen konsisten dalam penegakan K3?

5) Integrasi Metode RCA Modern

Gunakan pendekatan seperti:

  • HFACS (Human Factors Analysis and Classification System)
  • Tripod Beta
  • STAMP / Systems Thinking
  • 5-Why berbasis faktor organisasi dan psikologi

Pendekatan ini membantu melihat kesalahan manusia sebagai bagian dari kegagalan sistem.



4. Contoh Kasus: Bukan Sekadar “Pelanggaran SOP”

Kejadian: Seorang teknisi terjatuh dari ketinggian karena tidak mengaitkan full body harness.

Jika memakai pendekatan klasik, kesimpulan: “Pekerja melanggar SOP.”

Namun pendekatan human factor akan menggali:

  • Harness yang disediakan tidak pas atau tidak nyaman
  • Area kerja tidak menyediakan anchor point yang ergonomis
  • Supervisor menekan teknisi untuk menyelesaikan pekerjaan cepat
  • Pekerja kelelahan setelah shift panjang
  • Tim tidak menerima refresh training ketinggian

Hasilnya, perbaikan tidak lagi hanya “beri sanksi”, tetapi perbaikan sistemik.



5. Dampak Positif Pendekatan Human Factor

a. Solusi Lebih Berkelanjutan

Perbaikan menyasar desain kerja, budaya, dan manajemen risiko, bukan hanya perilaku individu.

b. Mengurangi Blaming Culture

Pekerja merasa aman melaporkan kondisi tidak aman karena investigasi fokus pada sistem, bukan menyalahkan.

c. Meningkatkan Keselamatan Secara Menyeluruh

Ketika akar penyebab psikologis, organisasi, dan teknis diatasi, angka kecelakaan turun signifikan.

d. Menghasilkan Pembelajaran Organisasi (Organizational Learning)

Perusahaan lebih siap menghadapi risiko di masa depan dengan pemahaman menyeluruh tentang perilaku manusia.



Kesimpulan

Human factor bukan alasan untuk menyalahkan pekerja, melainkan kunci untuk memahami mengapa sebuah kecelakaan terjadi. Investigasi kecelakaan kerja yang efektif harus melihat lebih dalam daripada hanya mencatat pelanggaran SOP. Pendekatan root cause analysis berbasis psikologi kerja membantu mengungkap penyebab sistemik—dari tekanan kerja, desain alat, hingga budaya organisasi—yang mendorong terjadinya insiden.

Dengan mengadopsi pendekatan ini, perusahaan tidak hanya mencegah kecelakaan berulang, tetapi juga membangun sistem kerja yang manusiawi, aman, dan produktif.